Friday, April 10, 2015

Pendahuluan Hukum

Ane juaga dapet mata kuliah hukum bisnis. Ternyata, dalam kegiatan ekonomi juga diatur dalam Undan Undang. Untuk postingan pertama tentang Mata Kuliah yang satu ini, kita harus mengetahui sejarah tentang hukum. Langsung saja yaak ke e-tkp!!



A. Hukum Tidak Memiliki Arti


Pertanyaan yang diajukan di dalam pelajaran hokum ini diakui sebagai pertanyaan yang sangat sulit. Tentu memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini tidaklah mudah. Karena itu tidak mungkin memberikan definisi hokum yang sungguh-sungguh memadai dengan kenyataan. Menurut Prof. Dr. L.J. Van Apeldoorn, hal itu karena hokum mempunyai banyak segi dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin disatukan dalam suatu rumusan yang memuaskan.


Di kalangan para ahli ilmu hokum sampai saat ini masih belum dapat ditemukan definisi hokum yang tepat dan tidak dapat disalahkan, seperti juga dinyatakan Emmanuel Kan: “Noch suchen die Juristen eine Definition zu ihren Begriffe von Rochi:. Artinya “para ahli hokum masih juga mencari sesuatu rumus yang tetap mengenai pengertian hokum”.


Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn berkata, “jika diajukan pertanyaan kepada saya, apakah hokum itu sebenarnya? Maka pertanyaan itu akan saya jawab: tidak dapat saya katakan begitu saja, karena banyak termasuk padanya yang satu sama lain sangat berlainan. Sehingga tidak dapat saya satukan dalam suatu rumus”.

Kandungan Kaidah Hukum Menurut Banyak Sumber


1. Menurut ajaran hokum alam, maka kaidah kaidah hokum adalah 
    hasil dari titah Tuhan (Dewa dewa), dan berasal langsung dari 
    Tuhan.

2. Menurut ajaran Sejarah Hukum, isi kaidah kaidah hokum itu 
    ditentukan tumbuh, berubah dan ataupun lenyap poleh kekuatan 
    kekuatan dalam masyarakat sendiri. Misalnya oleh kekuasaan 
    ekonomi, politik, agama, social dan kesusilaan.

3. Menurut ajaran Karl Marx, diketahui isi kaidah kaidah hokum  
    (demikian juga politik dan agama) ditentukan hanya oleh system 
    perekonomian dan kekuatan kekuatan yang menguasai factor 
    factor atau alat alat produksi.

4. Menurut ajaran kedaulatan negara, berpendapat bahwa isi 
    kaidah kaidah hokum tersebut ditentukan dan bersumber pada   
    kehendak Negara.

5. Menurut Hans Kelsen, isi kaidah kaidah hokum adalah “Wille 
    des Staates”.



B. Tujuan Hukum


Kepentingan perseorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian, karena itu hokum ditetapkan dengan maksud melakukan pengaturan (penataan) hubungan antara manusia satu dengan manusia yabg lainnya, sehingga kepentinga setiap manusia dapat terjamin dan dapat dihindari  pelanggaran terhadap kepentingan manusia lain.


Karena manusia dan hokum itu sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan, maka di sini dipakai istilah “tujuan hokum”, sebenarnya sebagai alat manusia seakan-akan hokum tegak sendiri, atau seakan akan hokum itu mempunyai tujuan sendiri.

1. Teori Ethis


Menurut Teori Ethis, hokum hanya ditujukan kearah adanya keadilan yang maksimal di dalam tata tertib masyarakat. Teori ini dianggap tidak riil dan bertentangan dengan kenyataan. Teori tersebut berat sebelah, terlalu melebih-lebihkan kadar keadilan hokum, tetapi tidak terlalu memerhatikan keadaan sebenarnya. Karena itu, teori etis ini dinilai hanya terdapat pada teori.

Teori ini telah tercatat sejak zaman Aristoteles, terkenal dalam “Ethica Nicomachea” dan “Retorica”. Filsuf Aristoteles mengajarkan bahwa keadilan di sini bukan keadilan mutlak, dan keadilan tidak sama dengan persamaan, tetapi keadilan diartikan sebagai keseimbangan atau kesebandingan, bahwa “Setiap orang dapat terjamin atau menuntut (memperoleh) bagiannya sesuai dengan jasanya yang telah dilakukan”. Keadilan itu dinamakan keadilan distributive atau keadilan yang membagi.
 

2. Teori Utilitas


Teori ini mengajarkan bahwa hokum semata-mata menghendaki hal yang berfaedah atau sesuai dengan maksud. Tujuan teori tersebut dirumuskan sebagai berikut: “hokum hendak menjamin kebahagiaan yang terbesar untuk jumlah manusia yang terbesar”. Melalui hokum hendak dicapai manfaat, keuntungan atau kemamkmuran (Kebahagiaan) yang sebesar besarnya bagi masyarakat.

Teori Utilitas terlalu menitikberatkan hokum kepada kegunaan saja juga masih bersifat berat sebelah. Karena kemakmuran rakyat tidak dapat dicapai bila tidak ada keadilan.
Karena itu tujuanyang sebenarnya bagaimana mengadakan kompromi antara keadilan dan kegunaan. Apabila keadilan itu melihat kepada kepentingan perseorangan, maka kegunaan melihat kepentingan umum. Meniadakan pandangan keadilan dari hokum menimbulkan persamaan hokum dengan kekuasaan.



3. Teori Campuran


Schrasseri, Bellefroid dan Van Apeldoorn mencoba menggabungkan kedua tujuan itu. Menurut mereka, keduanya ialah Justifia (Keadilan), et Utilitas (kegunaan) adalah sama sama merupakan tujuan terpenting dari hokum.


Banyak ahli ahli lainnya, (kecuali Jerome Frank dan I.H.Hijmans_ berpendapat bahwa di samping kedua hal tersebut tercapainya kepastian suatu kepastian tentang hak hak dan kewajiban manusia dan juga tentang jaminan jaminan untuk mempertahankan kepentinagan manusia itu.

Teori teori tersebut di atas bersifat terlalu idealistis, jadi kurang realistis.
 

Dalam kaitan ini diperingatkan kembali bahwa tidak ada tujuan-tujuan dari hokum itu an sich. Tujuan hokum itu ditetapkan oleh manusia, lazimnya oleh mereka yang lebih berkuasa, baik dalam arti politik, ekonomi, social dan sebagainya, dalam mempertahankan kepentingan kepentingan mereka beserta yang menjadi pengikutnya.    





Sumber: catatan yang diberikan oleh dosen saya Bapak Yogi Sumakto.

Semoga Bermanfaat!!!

No comments:

Post a Comment