Ane juaga dapet mata kuliah hukum bisnis. Ternyata, dalam kegiatan ekonomi juga diatur dalam Undan Undang. Untuk postingan pertama tentang Mata Kuliah yang satu ini, kita harus mengetahui sejarah tentang hukum. Langsung saja yaak ke e-tkp!!
A. Hukum Tidak Memiliki Arti
Pertanyaan yang diajukan di dalam
pelajaran hokum ini diakui sebagai pertanyaan yang sangat sulit. Tentu
memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini tidaklah mudah. Karena itu tidak
mungkin memberikan definisi hokum yang sungguh-sungguh memadai dengan
kenyataan. Menurut Prof. Dr. L.J. Van Apeldoorn, hal itu karena hokum mempunyai
banyak segi dan demikian luasnya, sehingga tidak mungkin disatukan dalam suatu
rumusan yang memuaskan.
Di kalangan para ahli ilmu hokum
sampai saat ini masih belum dapat ditemukan definisi hokum yang tepat dan tidak
dapat disalahkan, seperti juga dinyatakan Emmanuel Kan: “Noch suchen die
Juristen eine Definition zu ihren Begriffe von Rochi:. Artinya “para ahli hokum
masih juga mencari sesuatu rumus yang tetap mengenai pengertian hokum”.
Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn
berkata, “jika diajukan pertanyaan kepada saya, apakah hokum itu sebenarnya?
Maka pertanyaan itu akan saya jawab: tidak dapat saya katakan begitu saja,
karena banyak termasuk padanya yang satu sama lain sangat berlainan. Sehingga
tidak dapat saya satukan dalam suatu rumus”.
Kandungan Kaidah Hukum Menurut
Banyak Sumber
1. Menurut ajaran hokum alam,
maka kaidah kaidah hokum adalah
hasil dari titah Tuhan (Dewa dewa), dan berasal
langsung dari
Tuhan.
2. Menurut ajaran Sejarah Hukum,
isi kaidah kaidah hokum itu
ditentukan tumbuh, berubah dan ataupun lenyap poleh
kekuatan
kekuatan dalam masyarakat sendiri. Misalnya oleh kekuasaan
ekonomi,
politik, agama, social dan kesusilaan.
3. Menurut ajaran Karl Marx,
diketahui isi kaidah kaidah hokum
(demikian juga politik dan agama) ditentukan
hanya oleh system
perekonomian dan kekuatan kekuatan yang menguasai factor
factor atau alat alat produksi.
4. Menurut ajaran kedaulatan
negara, berpendapat bahwa isi
kaidah kaidah hokum tersebut ditentukan dan
bersumber pada
kehendak Negara.
5. Menurut Hans Kelsen, isi
kaidah kaidah hokum adalah “Wille
des Staates”.
B. Tujuan Hukum
Kepentingan perseorangan dan
kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan
kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian, karena itu hokum ditetapkan
dengan maksud melakukan pengaturan (penataan) hubungan antara manusia satu
dengan manusia yabg lainnya, sehingga kepentinga setiap manusia dapat terjamin
dan dapat dihindari pelanggaran terhadap
kepentingan manusia lain.
Karena manusia dan hokum itu
sendiri tidak dapat dipisah-pisahkan, maka di sini dipakai istilah “tujuan
hokum”, sebenarnya sebagai alat manusia seakan-akan hokum tegak sendiri, atau
seakan akan hokum itu mempunyai tujuan sendiri.
1. Teori Ethis
Menurut Teori Ethis, hokum hanya
ditujukan kearah adanya keadilan yang maksimal di dalam tata tertib masyarakat.
Teori ini dianggap tidak riil dan bertentangan dengan kenyataan. Teori tersebut
berat sebelah, terlalu melebih-lebihkan kadar keadilan hokum, tetapi tidak
terlalu memerhatikan keadaan sebenarnya. Karena itu, teori etis ini dinilai
hanya terdapat pada teori.
Teori ini telah tercatat sejak
zaman Aristoteles, terkenal dalam “Ethica Nicomachea” dan “Retorica”. Filsuf
Aristoteles mengajarkan bahwa keadilan di sini bukan keadilan mutlak, dan
keadilan tidak sama dengan persamaan, tetapi keadilan diartikan sebagai
keseimbangan atau kesebandingan, bahwa “Setiap orang dapat terjamin atau
menuntut (memperoleh) bagiannya sesuai dengan jasanya yang telah dilakukan”.
Keadilan itu dinamakan keadilan
distributive atau keadilan yang membagi.
2. Teori Utilitas
Teori ini mengajarkan bahwa hokum
semata-mata menghendaki hal yang berfaedah atau sesuai dengan maksud. Tujuan
teori tersebut dirumuskan sebagai berikut: “hokum hendak menjamin kebahagiaan
yang terbesar untuk jumlah manusia yang terbesar”. Melalui hokum hendak dicapai
manfaat, keuntungan atau kemamkmuran (Kebahagiaan) yang sebesar besarnya bagi
masyarakat.
Teori Utilitas terlalu
menitikberatkan hokum kepada kegunaan saja juga masih bersifat berat sebelah.
Karena kemakmuran rakyat tidak dapat dicapai bila tidak ada keadilan.
Karena itu tujuanyang sebenarnya
bagaimana mengadakan kompromi antara keadilan dan kegunaan. Apabila keadilan
itu melihat kepada kepentingan perseorangan, maka kegunaan melihat kepentingan
umum. Meniadakan pandangan keadilan dari hokum menimbulkan persamaan hokum
dengan kekuasaan.
3. Teori Campuran
Schrasseri, Bellefroid dan Van
Apeldoorn mencoba menggabungkan kedua tujuan itu. Menurut mereka, keduanya
ialah Justifia (Keadilan), et Utilitas (kegunaan) adalah sama sama merupakan
tujuan terpenting dari hokum.
Banyak ahli ahli lainnya, (kecuali
Jerome Frank dan I.H.Hijmans_ berpendapat bahwa di samping kedua hal tersebut
tercapainya kepastian suatu kepastian tentang hak hak dan kewajiban manusia dan
juga tentang jaminan jaminan untuk mempertahankan kepentinagan manusia itu.
Teori teori tersebut di atas
bersifat terlalu idealistis, jadi kurang realistis.
Dalam kaitan ini diperingatkan
kembali bahwa tidak ada tujuan-tujuan dari hokum itu an sich. Tujuan hokum itu
ditetapkan oleh manusia, lazimnya oleh mereka yang lebih berkuasa, baik dalam
arti politik, ekonomi, social dan sebagainya, dalam mempertahankan kepentingan
kepentingan mereka beserta yang menjadi pengikutnya.
Sumber: catatan yang diberikan
oleh dosen saya Bapak Yogi Sumakto.
Semoga Bermanfaat!!!
No comments:
Post a Comment